Fiqh Puasa ~ Putra Gantiwarno
Selamat datang, terima kasih atas kunjungannya. Salam perdamaian

Fiqh Puasa

Pengertian Puasa

Menurut bahasa, puasa berarti menahan, yakni menahan diri dan berpantang dari apa saja. Sedangkan menurut istilah adalah menahan diri dari segala yang membatalkan puasa, yang berupa memperturutkan syahwat perut dan farji, sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari, dengan niat khusus.

Dasar Wajib Puasa
Firman Alloh SWT:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (Yaitu) dalam beberapa hari tertentu.. barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (Al Baqarah:!83-185).
Sabda Rasul SAW:
“Islam didirikan atas lima sendi: (1) Bersaksi tidak ada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad utusan Allah, (2) Menegakkan shalat, (3) Mengeluarkan zakat, (4) Menunaikan ibadah haji, dan (5) Puasa pada bulan Ramadhan.” (HR Al Bukhari)

Syarat Wajib Puasa Ramadhan
  • Orang Islam
  • Baligh
  • Berakal
  • Kuat (sehat)
Orang kafir tidak berkewajiban puasa, sebab puasa adalah ibadah, sedang orang kafir bukanlah ahli ibadah, karenanya tidak berkewajiban puasa. Kalau orang kafir berpuasa, maka puasanya adalah tidak sah. Anak-anak dan orang gila tidak berkewajiban puasa, sebagaimana disabdakan oleh Nabi SAW:
“Tiga orang terlepas daripada hukum: orang yang sedang tidur sehingga ia bangun, orang gila sampai ia sembuh, dan anak-anak sampai ia baligh.” (HR. Abu Dawud dan An Nasa’i).
Sedang orang yang tidak kuat berpuasa atau tidak berpuasa karena halangan seperti sakit tua, sakit yang tidak bisa disembuhkan, tua, tidak berkewajiban puasa, tetapi menggantinya dengan menggantikan fidyah (ganti, denda) 1 mud beras (576 gram) setiap harinya, dan diberikan kepada fakir miskin. Tetapi kalau orang tersebut (yang tidak sanggup berpuasa) tidak sanggup membayar fidyah (karena miskin), maka ia bebas.

Rukun Puasa
  • Niat
  • Mencegah makan minum
  • Mencegah bersenggama (bersetubuh)
  • Menjaga muntah
  • Mengetahui waktu puasa (awal dan akhirnya)
Sabda Rasul:
“Barangsiapa yang lupa sedangkan ia berpuasa, kemudian makan dan minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya. Sesungguhnya Allah telah memberinya makan dan minum.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
“Barangsiapa yang muntah, sedang ia berpuasa, maka ia tidak qadha (tidak batal) dan barangsiapa yang menyengaja muntah, maka hendaklah ia mengqadhanya.” (HR. Ashabussunnah).

Yang Membatalkan Puasa
Ada 10 hal:
  • Masuknya sesuatu ke dalam perut
  • Masuknya sesuatu ke dalam kepala (lubang telinga)
  • Masuknya sesuatu (obat) lewat qubul atau dubur
  • Muntah yang disengaja
  • Bersenggama (bersetubuh)
  • Keluarnya sperma (mani)
  • Haidh
  • Nifas
  • Gila (hilang akal)
  • Murtad
Sunat Puasa
Ada 6 hal:
1. Makan sahur
Dari Anas bin Malik ra. Rasulullah bersabda:
Makan sahurlah kamu sekalian, karena sesungguhnya dalam makan sahur iut ada berkahnya (H.R. Muttafaq ‘Alaih)
2. Mengakhirkan waktu makan sahur
Dari Zaid bin Tsabit ra, ia berkata:
Kami makan sahur bersama Rasulullah Saw., kemudian kami bangun untuk shalat Shubuh, ketika ditanya:, “berapa lama antara keduanya (sahur hingga shalat Shubuh) itu? Jawab Nabi Saw: “kira-kira orang membaca lima puluh ayat”. (H.R. Muttafal ‘Alaih)
3. Menyegerakan berbuka puasa, apabila telah nyata dan yakin bahwa matahari telah terbenam.
Dari Sahl bin Sa’id ra. ia berkata, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda :
“Tidakkah manusia itu kehilangan kebaikan selama ia mempercepat berbuka puasa”. (H.R. Muttafaq ‘Alaih)
4. Berbuka dengan kurma atau sesuatu yang manis atau apabila tidak ada, maka dengan minum terlebih dahulu.
Dari Anas ra. ia menceritakan:
“nabi Saw. berbuka sebelum shalat, dengan ruthbah (kurma tua), apabila tidak ada maka berbuka dengan kurma. Apabila tidak ada beliau berbuka dengan minum beberapa teguk air”. (H.R. Tirmidzi).
5. Membaca do’a ketika berbuka
Dari Ibu Umar ra. ia menceritakan bahwa Rasulullah berdoa sbb:
“Wahai Tuhanku, karena Engkau aku berpuasa, dan akrena rizqi-Mu aku berbuka, dahaga telah hilang, urat-urat telah berair (segar) dan mudah-mudahan pahalanya ditetapkan”. (H.R. Muttafaq ‘Alaih)
6. Memberikan makanan untuk seseorang yang sedang berpuasa pada waktu akan berbuka
Dari Zaid bin Khalid Al-Jauhari ra. Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa yang memberi makanan untuk berbuka kepada orang yang sedang berpuasa, maka baginya mendapatkan pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala orang yang berpuasa tersebut”. (H.R. Tirmidzi)
Makruh Puasa
Yang dimaksudkan dengan makruh puasa adalah hal-hal yang dimakruhkan ketika sedang menjalani ibadah puasa, yaitu:
  1. Berbicara dengan kotor, keji, mencaci maki, bertengkar, mengumpat.
  2. Bersiwak setelah matahari condong ke arah barat.
  3. Mencicipi, mengunyah makanan, kecuali ada keperluan seperti mencicipi makanan atau mengunyahkan makanan untuk anaknya.
  4. Berkumur-kumur secara berlebih-lebihan setelah matahari condong ke arah barat.
Macam-Macam Puasa

  1. Puasa Wajib 
    1. Puasa Ramadhan
      Puasa Ramadhan adalah puasa wajib yang dikerjakan bagi setiap muslim pada bulan Ramadhan. Allah SWT berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agara kamu bertaqwa. Yaitu dalam beberapa hari tertentu”. (Q.S. Al-Bawarah: 183-184)
      Puasa ramadhan juga termasuk dalam rukun islam, sebagaimana tersebut dalam hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra. “Didirikan agama Islam itu atas lima dasar yaitu bersaksi bahwa tiada TUhan melainkan Allah dan Nabi Muhammada adalah utusan Allah, mendirikan shalat lima waktu, mengeluarkan zakat, puasa bulan Ramadhan dan melaksanakan haji ke Baitullah bagi yang mampu jalannya” (H.R. Bukhari dan Muslim).
      Bulan Ramadhan juga adalah bulan yang mulia dan penuh berkah dan ampunan. Allah Swt. berifirman:
      “Bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan (permualaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan pnejelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang haq dan yang bathil”. (QS Al-Baqarah: 185)
      Keutaman puasa bulan Ramadhan adalah:
      • Bau mulut orang yang berupuasa disisi Allah lebih harum dibanding aroma kasturi.
        “Setiap amal bani Adam yang baik dibalasi sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat. Allah ‘Azza wa jalla berfirman : Kecuali puasa. Maka puasa itu untuk-Ku dan akulah yang akan membalasnya. Dia telah meninggalkan syahwat, makan dan minum kareka Aku, bagi orang yang berpuasa akan mendapat dua kebahagiaan, yaitu kebahagiaan tatkala berbuka dan tatkala menemui Tuhannya. Sesungguhnya bau mulu orang yang berpuasa disisi Allah, lebih harum dari aroma misk (kasturi)” (H.R MUttafaq ‘Alaih)
      • Para melaikat memohonkan ampunan bagi orang yang telah berpuasa hingga orang tersebut berbuka.
      • Diberi ampunan kepada orang yang berpuasa pada akhir Ramadhan
      • Ada orang dibebaskan Allah dari api neraka pada setiap malam bulan Ramadhan
      • Dibukakan pintu-pintu surga dan ditutup rapat pintu-pintu neraka.
      • Pada bulan Ramadhan terdapat Lailah Al-Qadar yang lebih baik daripada seribu bulan
        Rasulullah bersabda: Barang siapa yang salah malam di bulan Ramadhan lantaran iman dan mengharapkan pahala (dari Allah), maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu”.(H.R. Muttafaq ‘Alaih)
      • setiap hari Allah menghias surga, seraya berfirman:
        Telah dekat saatnya hamba-hamba-Ku yang shalih dibebaskan dari beban derita lalu mereka datang menuju kepadamu
      • Pada bulan Ramadhan syetan dibelenggu
      Amalan utama saat bulan Ramadhan:
      • Shalat Tarawih dan witir serta shalat-shalat sunnat lainnya.
        Dari Abu Hurairah ra.: “Rasulullah Saw. sangat menganjurkan untuk beribadah/shalat sunnat pada malam bulan Ramadhan tetapi dalam hal ini beliau tidak mewajibkannya dan selanjutnya beliau bersabda: Barang siapa yang beribadah shalat sunnat pada malam bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan hanya mengharapkan pahala dari Allah Swt., maka diampuni dosanya yang telah lalu”. (H.R> Muslim)
      • Memperbanyak membaca Al-Quran
      • Memperbanyak shadaqoh
        Rasulullah bersabda:
        Sebaik-baiknya sedekah adalah di bulan Ramadhan (HR Tirmidzi)
    2. Puasa Nadzar
      Puasa nadzar adalah puasa yang sebenarnya tidak diwajibkan untuk mengerjakannya, namun setelah dinadzarkan (telah melakukan suatu perjanjian dengan ALlah Swt, dengan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah, baik dengan syarat ataupun tidak), maka puasa ini menjadi wajib hukumnya.
      Allah berfirman sbb:
      Mereka menunaikan nadzar dan takut akan suatu hari yang asalnya merata dimana-mana
      Rasulullah pernah bersabda:
      Barangsiapa bernadzar akan mentaati Allah (mengerjakan perintahnya), maka hendaklah ia kerjakan. (H.R. Bukhari)
  2. Puasa Sunnat
    Puasa sunnat adalah puasa yang tidak diwajibkan untuk mengerjakannya, namum mendapat pahala jika dikerjakan, tidak mendatangkan dosa bila ditinggalkan.Puasa-puasa sunnat itu antara lain:
    • Puasa enam hari di bulan Syawal, yakni setelah tanggal satu.
      Dari Abu Ayyub ra. ia berkata, bahwa Rasulullah pernah bersabda:
      “Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian diikutinya berpuasa enam hari di bulan Syawal adalah orang tersebut seperti berpuasa satu tahun.” (H.R. Muslim)
    • Puasa di hari ‘Arafah
      Jatuh pada tanggal 9 Dzulhijjah. PUasa ini disunnatkan bagi orang yang tidak menunaikan ibadah haji. Barangsiapa yang mengerjakan puasa ini Insya Allah dosanya dihapuskan dua tahun: setahun sebelum, dan setahun sesudah. Ini sesuai dengan hadis Rasulullah Saw yang berbunyi:
      “Berpuasa di hari ‘Arafah menghapuskan dosa dua tahun yaitu dosa satu tahun yang telah lalu dan dosa satu tahun yang akan datang”. (H.R. Muslim)
    • Puasa Hari Asyura (10 Muharram)
      Ada juga yang mengatakan tanggal 9 dan 10 Muharram. Dengan berpuasa pada hari Asyura, Insya Allah akan dihapuskan dosanya satu tahun yg lalu. Seperti yang diungkapkan dalam hadis yang diriwayatkan Abu Qatadah: “Berpuasa pada hari Asyura adalah menghapuskan dosa-dosa satu tahun yang lalu”.
    • Puasa Senin Kamis
      Puasa ini sangat dianjurkan oleh Rasulullah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. “Amal perbuatan itu diperiksa pada setiap hari Senin dan Kamis, maka saya senang diperiksa amal perbuatanku, sedangkan saya sedang berpuasa. (HR Tirmidzi)
    • Puasa 3 hari setiap bulan (Yaumul Biidh)
      Berpuasa pada tanggal 13, 14, dan 15 (hari-hari bertepatan dengan bulan purnama). ini sesuai dengan hadis Rasulullah yang diriwayatkan Abu Dzar:
      “Ya, Abu Dzar, apabila engkau berpuasa tiga hari dalam satu bulan, maka berpuasalah engkau pada tanggal tiga belas, empat belas, dan lima belas”. (HR Ahmad dan Tirmidzi).
    • Puasa di bulan Sa’ban
      Dari Aisyah ra, ia menceritakan:
      “Saya tidak pernah mengetahui (melihat) Rasulullah Saw. menyempurnakan puasanya satu bulan penuh, kecuali pada bulan Ramadhan, dan saya tidak pernah mengetahui pada bulan-bulan yang lain berpuasa lebih banyak selain dari bulan Sya’ban” (HR Bukhari dan Muslim)
  3. Puasa Haram

    • Hari Raya ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adh-ha
      Dari Abu Sa’id Al-Khudri ra. ia menceritakan:
      “Sesungguhnya Rasulullah Saw. telah melarang berpuasa pada dua hari yaitu: Hari ‘Idul Fitri dan hari ‘Idul Adh-ha. (HR Muttafaq ‘Alaih)
    • Pada hari Tasyrik, yaitu tiga hari pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah / sesudah Idul Adh-ha
      Dari Nubaisyah Al-Hudzaili ra. ia berkata, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
      “Hari Tasyrik itu adalah hari makan, minum dan menyebut nama Allah Swt”.
Rukhshah Dalam Berpuasa
Dalam berpuasa aada beberapa keringanan (rukhshah) yang terpaksa dilakukan, namun tetap tidak membatalkan puasa. Rukhsah-rukhshah itu antara lain adalah:
1. Rukhshah bagi Wanita Hamil dan menyusui
Dari Anas bin Malik Al-Ka’bi, ia berkata, bahwa Rasulullah pernah bersabda:
“Sesungguhnya Allah ‘Azza Wa Jalla meringankan bagi musafir puasa dan separo dari shalat dan bagi wanita hamil dan menyusui (ia meringankan) puasa”. (HR LIma perawi, dan oleh Tirmidzi dinyatakan hasan).
Hadits di atas merupakan dalil, bahwa wanita yagn sedang hamil atau menyusui boleh berpuasa. Hal iini dilakukan apabila wanita hamil itu merasa khawatir dengan keselamatan janin yang berada di dalam kandungannya itu, atau wanita yang sedang menyusui merasa cemas terhadap kesehatan akaknya yang masih bayi, maka baginya diperbolehkan berbuka.
2. Nenek-nenek Lanjut Usia
Bagi nenek-nenek/ibu-ibu Lanjut usia yang tak sanggup mengerjakan puasa, maka baginay diperbolehkan berbuka, tetapi harus membayar fidyah (memberi makan orang miskin).
Allah berfirman :
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankan puasa (jika mereka tidak menjalankan puasa0 membayar fidyah, (yaitu): memberi makan orang miskin”. (QS Al-Baqarah: 184)
3. Mencicipi Rasa Makanan
Wanita kadang terpaksa mencicipi rasa makanan ketika membeli atau memasak. Mencicipi makanan adalah dibolehkan (asal tidak sampai tertelan). Seperti yang diriwayatkan Ibnu Abbas: “tidak apa-apa bagi wanita yang ingin mencicipi rasa cuka atau apa saja yang akan dibeli”.
4. Celak dan Tetes Mata
Dalam penggunakan celak dan tetes mata, para Ulama masih berbeda pendapat. Karena hanya ada dua hadis dha’if yang membicarakan masalah ini.
Dari Abdurrahman bin Nu’man bin Ma’bad bin Haudzah, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Nabi Saw: ia menceritakan: Bahwa beliau pernah menuruh memakai celak batu yang harus ketika hendak tidur, dan berkata, agar dihindari oleh yang sedang berpuasa”. (HR Abu Dawud)
Dari Aisyah ra. ia berkata:
Bahwa Nabi Saw. bercelak pada bulan Ramadhan dalam keadaan berpuasa” (HR Ibnu Majah)
5. Mandi, Berkumur-kumur/Istinsyaq
Mandi, berkumur-kumur/istinsyaq adalah diperbolehkan ketika berpuasa.
Diriwayatkan dari Umar ra. beliau menceritakan:
“Suatu hari gairahku timbul lalu aku mencium (isteriku), padahal aku sedang berpuasa. Maka aku datangi Nabi Saw. Ia lalu berkata: “hari ini aku telah melakukan perkara besar, aku telah mencium (isteriku) sedang aku berpuasa”. Maka sabda Rasulullah Saw: “bagaimana pendapatmu apabila kamu berkumur dengan air sedang kamu berpuasa?” Itu tidak mengapa, ” jawabku. “Maka apalagi yang engkau tanyakan?” kata Rasul pula”. (HR Abu Dawud, Ahmad, dan An-Nasa’i)
6. Berciuman
Berciuman bagi seseorang yang sedang berpuasa, baik yang dicium itu pipi atau mulut atau berupa rabaan tangan atau pelukan, semuanya itu tidak membatalkan puasanya, yakni diperoblehkan. Hal ini sebagaimana diriwayatkan Ummu Salamah ra. Ia menceritakan:
“Bahwa Nabi Saw, pernah mencium(nya) dalam keadaan puasa”. (HR MUttafaq ‘Alaih)
Diriwayatkan Aisyah ra. ia menceritakan:
“Rasulullah Saw. pernah mencium (aku) dan mencumbu (mubasnyarah) dalam keadaan berpuasa. Hanya beliau adalah orang yang paling mampu mengendalikan hajatnya. (HR Jama’ah selain AN-Nasa’i)

Masalah-masalah Yang Berkaitan Dengan Puasa
Memasukkan Jari ke Dalam Farji
Bagi wanita yang memasukkan jarinya yang basah karena air atau minyak ke dalam farji bagian dalam, atau memasukkan kayu atau semisalnya ke dalam farji sampai masuk seluruhnya maka wajib mengqadha’ puasanya (pendapat Imam Hanafi).
Sedangkan menurut Hambali, wanita yang memasukkan jarinya yang basah ke dalam farji tidak batal puasanya.
Bermimpi Keluar Mani Ketika Berpuasa Di Bulan Ramadhan
Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan kemudian mengeluarkan mani yang tanpa disengaja pada siang hari, maka puasanya tidak batal. Apabila keluarnya itu karena berciuman, atau bercumbu, atau mengkhayalkan seseorang, maka batallah puasanya dan wajib diqadha’
Berpuasa Wishal
Yaitu berpuasa selama dua hari atau lebih tanpa berbuka siang malam. Rasulullah bersabda yang diriwayatkan Ibnu Umar ra.:
“Bahwa Nabi Saw. telah melarang berpuasa wishal. Maka seseorang berkata kepada beliau: “sesungguhnya engkau pun melakukannya”. Maka sabda beliau: “Sesungguhnya aku ini tidaklah sama dengan seorang pun di antara kamu. Karena aku mendapat jaminan Tuhanku untuk tetap kenyang tanpa kehausan”. (HR Muttafaq ‘Alaih)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. ida berkata, bahwa Rasulullah pernah bersabda:
“Hindarilah olehmu berpuasa wishal”. Maka bertanyalah seseorang kepada beliau: “Engkau pun sesungguhnya melakukan wishal”. Maka jawab Nabi: “sesungguhnya aku ini mendapat jaminan Tuhanku untuk tetap kenyang dan tidak kehausan. Maka lakukanlah olehmu pekerjaan sesuai dengan kekuatanmu”. (HR Muttafaq ‘Alaih)
Dirangkum dari: Fiqih Wanita Muslimah: Kajian Hukum Sekitar Wanita Yang Bertumpu Kepada Empat Madzhab. Penerbit Tiga Dua, Surabaya

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More